Powered by Blogger.
RSS

Fiksi: Perubahan Jingga

Hari ini adalah hari terakhir classmeeting. Atmosfer yang tadinya riuh membahana dari para suporter pun semakin lama memudar, berbeda dengan tadi pagi. Matahari semakin berlari menghampiri atap gedung sekolah di sebelah barat. Aku duduk di atas sebuah bangku yang diambil anak-anak dari dalam kelas dan diletakkan di koridor, atau lebih tepatnya lorong balkon lantai 2. Dari sini aku dapat melihat segala yang terjadi di lapangan yang terhampar luas tepat di depanku. Di satu meter sebelah kiriku, gadis-gadis kelas sebelah berteriak menyemangati pemain yang bertanding. Aku hanya diam, mengamati seseorang berwajah putih bersih, tampan dan tinggi semampai yang berdiri di pinggir lapangan.
Dia mengenakan kostum berwarna biru langit yang sama dengan tim nya. Dengan kostum itu, dia semakin terlihat berkarisma. 

Matanya tidaklah lebar namun juga tidaklah sipit. Matanya sedang dan selalu terlihat layu. Ah tidakk, wajahnya terangkat keatas dan sedikit miring ke arah kanan, mata itu kini tepat menyoroti pupil mataku. Aku jadi salah tingkah, tak tahu harus berbuat apa. Aku meyakinkan diriku bahwa dia pasti tidak bisa melihatku di jarak seperti ini. "Ya, Nanda. Dia itu minus. Dia tidak mungkin melihatmu." yakinku dalam hati. Tapi, kenapa dia begitu lama mengarahkan matanya ke arah sini? Ahh, aku tidak sanggup lagi. Aku merogoh sakuku dan mengambil handphone. Aku mengalihkan pandanganku ke benda itu sekarang. Setelah yakin dia tidak melihatku lagi, beberapa menit kemudian aku segera mengedarkan pandanganku kembali ke lapangan. Matanya kini fokus ke pergerakan bola yang di perebutkan oleh teman dan lawannya. Ahh, syukurlah...

Yeaaaahhhh... Suasana kembali membahana, jaring di ring basket bergoyang, bola besar itu kini memantul semakin rendah. Seseorang berpakaian batik pun segera menghampiri papan skor manual. Jemarinya lincah mengubah papan skor yang tadinya 4-3 menjadi 4-5. Ternyata salah satu tim itu berhasil mencetak 3 poin. Pandanganku kembali pada sesosok berkulit putih yang tadi sempat membuatku salah tingkah. Meskipun timnya berhasil kebobolan, tapi tidak tampak sedikitpun ekspresi di wajahnya. Aku tersenyum tipis melihatnya.

Matahari semakin tak terlihat dan jingga pun sedikit demi sedikit menampakkan wajahnya. Semenjak 3 poin itu, tidak ada lagi skor yang tercetak di kedua belah tim. 4 menit berlalu dan terdengar peluit panjang yang keluar dari benda yang ada di mulut wasit, tanda pertandingan berakhir. 

Para panitia berbaju batik pun segera menggotong tiang gawang ke tempat yang semestinya. Kali ini tim futsal kelasku akan bermain untuk memperebutkan juara 1 classmeeting. Anak-anak kelas yang berkostum futsal sudah bersiap di depan kelas kami, diikuti oleh beberapa anak yang berseragam putih abu-abu membentuk lingkaran. Teman-teman yang lain memanggilku untuk bergabung dengan mereka. Aku pun berjalan ke arah mereka dengan tak lupa sambil menggandeng dan menyeret teman ku yang bernama Fala. Fala membuntutiku sambil masih sibuk dengan smartphone nya. Aku berdiri di antara anak-anak, aku merasa begitu terharu. Betapa tidak, ini adalah momen classmeeting terakhir kami, kami tidak akan bisa seperti ini lagi karena semester depan kami sudah lulus. Kami menyatukan salah satu tangan kami ke tengah lingkaran. "12 IPA 2!" teriak salah satu lelaki diantara kami memberi isyarat. "BISA!" dengan serempak kami berucap penuh keoptimisan. Anak-anak yang berkostum futsal dengan warna biru laut dalam pun segera menuruni tangga dan menuju ke lapangan. Kami yang berada di balkon kelas pun berteriak dan tidak ketinggalan suara gemuruh dentuman dari tempat sampah yang di pukuli gagang sapu oleh salah satu anak. Pertandingan ini begitu mengharukan. Aku menikmati nya hingga pertandingan berakhir.

Skor kini 3-4. Kami kalah dan secara otomatis kami menjadi juara ke 2. Tak ada sedikitpun kekecewaan di raut wajah anak-anak. Mungkin mereka memaknai ini sebagai momen terakhir juga, sama seperti ku. 

Wajah jingga semakin merona. Cahaya semakin redup. Kini adalah saatnya untuk acara penutupan classmeeting. Semuanya menuju ke lapangan, tak terkecuali aku dan anak-anak kelas. Di anak tanggga paling akhir, aku bertemu dengan mata layu itu. Dan lagi-lagi mata kami bertemu. "Hey kok sms gue nggak di bales?" "Ayo kita ke lapangan" "Selamat ya, basket kelas lo bisa juara 2" aku berfikir keras untuk merangkai kalimat untuk menyapa nya. Ahhh tidak, lagi-lagi aku tidak seberani itu. Segera kuenyahkan kalimat-kalimat yang ada di kepalaku tadi dan segera berjalan cepat ke lapangan menghampiri anak-anak futsal kelas ku.

Aku begitu kesal dengannya, dia itu kan lelaki. Apa tidak bisa sekali saja menyapa aku duluan saat kita bertemu? Kenapa harus selalu aku yang memulai? 

"Selamat ya guys, kalian keren tadi mainnya" kataku kepada tim futsal yang sedang terduduk lelah di lapangan. "Yoi Nan..." kata salah seorang diantara mereka. Sementara yang lain ada yang tersenyum ke arahku, mengangkat jempolkan dan ada pula yang hanya tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya secara cepat yang berarti "Sip Nanda!".

Panitia segera merapikan anak-anak agar segera duduk untuk acara penutupan. Aku duduk diantara anak kelas 12 IPA B. Di tengah-tengah acara aku menengadahkan kepala ku ke atas. Ku pandangi wajah jingga yang semakin indah. Langit semakin gelap, lampu-lampu di sekolah mulai menyala. Terdengar suara Adzan maghrib. Acara dihentikan sementara hingga adzan berhenti berkumandang. Begitu acara dimulai kembali, anak-anak yang ada di depan untuk mewakili para juara 1 2 3 dari berbagai mata lomba pun kemudian berfoto bersama. Aku tak sanggup melihatnya. Aku tak sanggup kembali pada kenyataan bahwa waktu kami di sekolah ini tinggallah sebentar lagi. Padahal masa-masa indah ku di SMA baru saja dimulai di kelas terakhir ini, kelas 12.

Aku kembali menengadahkan wajahku keatas, menahan air mata. Aku tidak ingin satu orangpun tahu tentang perasaaan sedihku ini. Biarlah hanya jingga yang melihatnya... Anak-anak berdiri dan segera meninggalkan lapangan. Tanpa sadarku, ternyata acaranya telah usai. Aku segera pergi ke pintu gerbang. Ahh menyebalkan! Pintu gerbang masih terkunci karena para satpam sedang melaksanakan sholat maghrib. Aku dan Fala duduk di sebuah bangku alami--pagar taman yang rendah yang ada di dekat gerbang sekolah.

Aku mengobrol tentang segala sesuatu dengan Fala. "Fal, ini malem minggu pertama kita lhoo selama 3 tahun barengan. Cieee" kataku. Fala meresponnya dengan ekspresi jijik yang dibuat-buat. Aku paham dengan ekspresi jijiknya itu, karena aku baru saja menggombali seorang cewek yang spesiesnya sama denganku. "Lagian sih lo nggak pernah disekolah lama-lama. Sama kayak gue. Tapi dulu gue pernah lebih malem dari ini, ehhh diomelin deh sama satpam." katanya panjang lebar. "Oh waktu itu lo ya, emmhh waktu ngerjain laporan Lab." 
"Iyaa ituuu. Arggghhh, gue disini ampe... bla bla bla" Fara masih berbicara tapi perhatianku beralih pada sosok putih tinggi bermata layu. Orang itu berdiri tidak jauh dari ku. Hanya sekitar 2 setengah meter dari ku, mengamati sebuah benda yang tergeletak di sampingnya. Aku segera mengalihkan perhatianku pada hal lain begitu aku memprediksi wajah Si mata layu itu akan berpindah ke arahku. Ya, benar saja, dia memandangku beberapa detik kemudian.

Aku tidak habis fikir dengannya. Ada apa dengan dia? Aku tidak bisa membaca apa yang ada di pikirannya. Dia begitu acuh saat kami dekat, tapi saat di SMS  dia begitu asik dan agak romantis. Dan... beberapa hari ini kami hilang bicara baik itu secara langsung atau bahkan SMS. Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba menghilang dalam percakapan terakhir kami di SMS. Dan aku terlalu besar ego untuk mengirimkan SMS dia duluan.

Aku menghela nafas panjang, merelakskan sejenak tubuhku dengan menggerakkan bahuku ke kanan dan ke kiri dalam posisi duduk. Aku masih mendengar Fala bercerita ini dan itu, aku hanya bisa melempar senyum dan merespon apa yang dia katakan dengan dehaman berintonasi klarifikasi.

Si mata layu sekarang entah berada di mana, aku tak tahu dan tak mau tahu. Terkadang aku merasa seperti bukan pacarnya. Yaah memang itu salah ku yang dari awal memberi syarat jika dia mau menjadi pacarku maka hubungan kita harus backstreet. Tapi... Haah masa bodoh dengan omong kosong ini. Seharusnya dia membalas SMS terakhir dari ku, jika dia habis pulsa, dia bisa kan secara langsung bilang kalau dia kehabisan pulsa dan sebagainya? Hanya dengan itu pun juga tidak akan membuat orang-orang tahu tentang hubungan kami.

Hari kian gelap, pintu gerbang telah terbuka. Orang-orang berbondong keluar menuju parkiran yang tak jauh tempatnya. Aku berjalan keluar juga, dengan tangan masih bergandengan dengan Fala. Tak sadar ternyata Si mata layu berjalalan beberapa meter di depanku. Aku melihat ke atas arah barat, ke arah jingga. Sekarang hanya tinggal ekor jingga yang terlihat. Jingga, begitu cepat perubahanmu menjadi malam. Aku mohon kau jangan pergi, aku takut menghadapi malam yang gelap tanpa mu. Aku takut menghadapi malam yang pasti akan mengejekku sebagai seseorang yang mempunyai kisah cinta yang mengenaskan...
Jingga....

Karya: Irma Oma Eka

Kesamaan nama, tokoh dan cerita hanyalah kebetulan belaka karena ini adalah cerita fiksi

Salam D-103

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comments:

Arman Zega said...

ahh. sedih endingnya. kirain tuh cowok bakal nyatain cinta di ending. ternyata gak. bagus cerpennya nih

kalau ada waktu, main ke blogku juga ya

Unknown said...

terima kasih atas kunjungannya...

sudah jelajah di blognya. haha lucu, apalagi postingan "Lo Jomblo? Keren!" haha

Post a Comment